Ladangberita.com - BONTANG. Kematian Navita menyisakan kesedihan yang amat mendalam bagi para tetangga. Warga yang bermukim di Gang Arwana I, RT 17, Jalan KS Tubun, Rawa Indah, Bontang Selatan, menyesalkan perbuatan orangtua Navita hingga membuat anaknya tewas.
Lebih mendalam karena bocah malang berusia 3 tahun itu dibunuh oleh Fardi alias Ardi, ayah tirinya. Navita dibunuh dengan cara yang sangat bengis. Navita ditendang. Lalu dilempar ke bak truk. Cara melemparnya layaknya ayam potong.
Sejumlah tetangga Navita mengaku tak menyangka jika ayah korban tega membunuh anak tirinya secara keji. Bahkan kematian Navita masih menjadi pembicaraan hangat warga Bontang. “Memang mereka (orangtua Navita, Red) sangat tertutup,” ujar Kartini (45), warga yang ngontrak satu rumah dan satu atap dengan orangtua Navita.
Selama tiga bulan mengontrak di sebelah kamarnya, Kartini mengaku, Reni Candra Anita, ibu Navita dan Ardi memang jarang bersosialisasi ataupun bercengkrama dengan dirinya. Usai kejadian, Kartini mengira, Navita dititipkan ke keluarganya. “Eh ternyata dibunuh. Ya Allah, tega sekali,” kata wanita yang berjualan minuman ini dengan suara terdengar menahan tangis.
Kartini mengaku, Senin (1/5) pagi lalu, ia tak melihat Nita (sapaan Reni Candra Anita) dan Ardi saat datang. Walaupun satu atap rumah, mereka jarang bertegur sapa. “Tahu-tahu saya dikasih tahu pak RT, kalau anaknya mati ketabrak motor,” ujarnya.
Menjelang sore, Kartini mengaku bertemu Nita. Namun ibu Navita tersebut sama sekali tak memperlihatkan wajah sedih. “Enggak ada sedih-sedihnya. Enggak ada air matanya. Dengan santainya dia bercerita kalau anaknya sudah dikubur di Prangat. Nah waktu pak Babinkamtibmas datang, baru agak-agak menangis kulihat,” ujar Kartini.
Kartini mengakui Nita dan Ardi memang sangat tertutup. Bahkan pintu rumahnya pun selalu terkunci. “Kalau ibunya (Nita, Red) belanja sayur, anaknya selalu dikuncikan pintu dari luar. Enggak pernah anaknya dibiarkan main lama di luar. Pernah anaknya main di rumah saya, langsung ditarik ibunya sambil dicubit dan dimasukkan dalam kamar lalu dikunci,” ujarnya.
Kartini juga sering melihat wajah korban lebam-lebam. “Tiga hari pertama saat baru ngontrak di sini, saya lihat pipi anaknya sempat membiru. Saya tanya ke ibunya, bilangnya karena jatuh,” ujarnya.
Pipi biru dan mata lebam pada korban, dikatakan Kartini, bukan hanya sekali ia lihat. “Sering saya lihat. Namanya juga tinggal satu atap. Cuma beda kamar saja. Pokoknya, tiga hari setelah tinggal di sini saya lihat biru. Setelah itu beberapa hari sudah enggak biru. Kira-kira seminggu saya lihat biru lagi. Kadang matanya, kadang pipinya. Juga kadang bibirnya,” ujarnya.
Menurut Kartini, karena kamarnya hanya terpisah dinding kayu, ia sering mendengar Navita menangis keras seperti kesakitan. Bahkan pernah sekitar pukul 04.00 Wita, ia mendengar Navita dimandikan.
“Saya dengar Navita menangis sambil terengah-engah gelagapan tersiram air. Masak sih jam 4 subuh dimandikan” katanya. Kartini juga kerap melihat Navita dicubit keras oleh ibunya apabila kedapatan meminta sesuatu. “Saya kan jualan es. Pernah anaknya mainin plastik es. Eh, ibunya langsung mencubit-cubit paha anaknya. Saya larang ibunya, sambil bilang: jangan cubit anakmu. Kasihan. Enggak papa. Biar saja main plastik. Nanti saya beli plastik lagi. Nangis saya kalau ingat korban. Saya jadi ingat cucu,” kata Kartini sambil mengelus dada dan menarik nafas panjang.
Hal yang sama juga dikatakan Sobirin, tetangga Navita lainnya. Sobirin tinggal di belakang rumah Navita. Sobirin (50) juga mengaku pernah melihat pipi Navita lebam seperti habis ditonjok.
Sementara Fajriah, tetangganya yang lain juga megatakan, jika Nita memang terlihat lebih sayang ke suaminya. Hal ini terlihat saat sebelum ketahuan anaknya dibunuh suaminya, tak ada raut wajah sedih ataupun terluka.
“Diam saja sih orangnya. Memang tertutup. Enggak kelihatan sedih. Biasanya seorang ibu jika kehilangan anak, pastinya menangis meraung-raung. Lha, ini tidak,” katanya merasa aneh.
Anehnya lagi, ketika dipulangkan polisi untuk mengambil berkas Selasa (2/5) lalu, Nita justru sedih dan memuluk Fajriah. Sambil dipeluk, Nita justru menangisi suaminya yang dipenjara.
“Ardi dipenjara mbak,” kata Fajriah, mencontohkan omongan Nita ketika itu. Mendengar keluhan itu, Fajriah justru kaget. Anaknya meninggal kok malah menangisi suaminya yang dipenjara. “Jadi aku marahi Nita. Kamu harusnya mikirin anakmu dulu. Kok malah mikirin Ardi,” kata Fajriah.
Fajriah yang suaminya satu pekerjaan dengan Ardi, mengaku saat di Marangkayu (1/5) sempat melihat pelaku berhenti istirahat. “Waktu itu saya sempat bertanya. Kami pun sempat berbincang. Dia (Ardi, Red) sempat bilang kalau istri dan anaknya ada di dalam truk,” ujar Fajriah. Fajriah sama sekali tak menaruh curiga saat itu. Namun saat tiba di Bontang, sekitar sore, baru ia curiga. Hal itu lantaran Nita seperti terburu-buru mau keluar kota.
“Saya lihat dia sudah siap-siap. Tasnya sudah diisi barang. Dan mau pinjam motor saya. Waktu itu saya curiga. Jadi saya diam-diam nyuruh tetangga pakai motor saya. Jadi ada alasan motor saya dipakai orang. Untung saja enggak sempat minjam,” kata Fajriah yang menangis melihat foto-foto Navita.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Bontang, AKP Richard mengatakan, jasad Navita sudah dikebumikan oleh Nita sendiri di Paser. “Status ibu korban (Nita, Red) adalah saksi. Selasa (2/5) malam lalu dijemput saudaranya ke Paser untuk mengebumikan anaknya secara layak,” jelasnya. Kata Rihard, saat kejadian kondisi Nita memang seperti buah simalakama. “Pilihan berat bagi dia. Antara sayang anak dan sayang suami,” ujarnya.
Bahkan Nita sempat dipukul suaminya saat membela anaknya. Terlihat dari luka lebam di pergelangan tangan dan kakinya. “Ya, istri tersangka berusaha menghalangi sebenarnya. Sampai kena pukul juga tangannya saat menghalangi tersangka mukul korban,” ujar Richard.
Namun, Rihard tak menepis jika dari info tetangga bahwa Navita sering menangis meraung-raung. Menurut Rihard, ayah kandung Navita bernama Fiky tinggal kilo 6, Gn Tator, Desa Telemow Kecamatan Sepaku, Kabupaten penajam Paser Utara (PPU). “Mereka nikah siri. Dan pisah sekitar 2015,” jelasnya.
Menurut Rihard, kasusnya tetap ditangani Polres Bontang. Saat ini pihaknya masih menunggu hasil otopsi.
Terpisah, tokoh masyarakat H Ridwan yang juga tetangga Navita, meminta agar kepolisian memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku. “Kami akan mengawal persidangan ini. Ini bejat sekali. Sangat tidak manusiawi. Tega-teganya membunuh anak tirinya semacam itu. Dan sebagai tokoh masyarakat di sini, saya harap hukuman terberat adalah hukuman mati atau seumur hidup,” kata Ridwan.
Perbuatan Ardi benar-benar biadab. Tanpa rasa iba, dia menghajar tubuh mungil Navita. Balita perempuan berusia tiga tahun tersebut, merupakan anak istrinya. Ardi dan Nita menikah November 2016 lalu. Navita pun tewas di tangan Ardi. Pemukulan itu dilakukan Ardi di sepanjang perjalanan dari Melak, Kutai Barat (Kubar) menuju Samarinda, Minggu (30/4).
Navita dipukul bahkan dilempar ke atas bak truk. Seperti melempar barang melambung ke atas. Karena pintu bak truk tidak dibuka, sehingga anak ini seperti melambung ke udara dan jatuh di dalam bak truk.
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :
- Tidak Masuk Akal Tapi Benar-Benar Terjadi Gara-Gara Selingkuh Di Belakang Istri, "BuRunG" Pria Ini Pindah Ke Kaki
- Astaga, Terungkap Aktivitas "ESEK-ESEK" Pramugari di Pesawat
Proses penguburan tidak melalui adat yang berlaku dan sesuai ajaran agama. Karena hanya dibungkus kain kafan lalu dipendam di dalam tanah. Galiannya pun tidak dalam. Tanpa proses memandikan jenazah ataupun disolatkan sesuai ajaran Islam. Layaknya menguburukan binantang. Begitu selesai menguburkan, Ardi bersama istrinya lantas melanjutkan pulang ke Bontang.
Kepada tetangganya, pasangan suami istri ini justru mengarang cerita kalau anaknya tewas ditabrak. Namun tetangga yang curiga lalu melaporkannya ke polisi. (Prokal)